Menaswir Do’a
Oleh.Rey Seniman Langit
Aku mengerti sebuah tanzil,
menepi sesosok umi,
membentangkan sumbu dengan tansi yang semakin panjang.
bimbangku,
hanya sebatas asmara kata terlapis kertas,
menghitungnya dengan tharikh,
menjamahnya seperti jambul tarbus dipesisir turki.
Disaat uraian menaswir Do'a disebilah hati.
berharaf,
kisinya seperti zamrud disemesta raya.
Bertekuk lipat lalu mengkeluk seperti teka yang meneki tekur,
lugna terbayang,
meneladani telaga diharapan saujana.
Takut telungkup,
merembas data dipijakan rumput,
tak sanggup bagai ilalang,
tertebas dipadang,
terlanjur meninggi.
Landai menangkup ditingginya gelombang,
arah mengklasik,
mencipta terwujud
tonggak mesra dilautan sapa.
Tiada yang indah,
selain mata hati berkata.
seperti engkau,
mengungkap nikmat pesisir pantai.
Dan kudengar, semerdu irama biarpun samar
hanya segumpal awan terkurung ketat didalam sangkar.
Oleh.Rey Seniman Langit
Oleh.Rey Seniman Langit
Ligat legit bertaut kukus daun bernipah,
sangai memanas diri,
tercerna sendiri,
bersenandung ujar dengan sinarnya.
Aduhai pembawa sanak,
sesosok cerita terjelma bagaikan penyuluh,
melampaui nikmatnya lelakon,
sanggapun menyari melipat benang menggelung nyata.
Fikirku melipat sang tanya,
pada bujur sangkar teramat bening.
Tatkala tepung menjadi bumbu untuk tersaji,
sang irama unsur akan ikut bercampur menghiasi.
Oleh.Rey Seniman Langit
Di balik syahdu alibi bersaksi.
sakura memanjang,
irama terpisah sealur jembatan.
Garispun terpenggal,
sambar sambun samar serunai,
canggung sambung cemeti berturut.
nirwana tertidur dibawah lamunan.
Ada yang tertinggal,
sekelebat istana yang tak disangka,
tertiba menjelma sebuah intan,
dihamparan pesisir itu,
menamsil jeruji juru,
memilahnya parodi jiwa,
tertanam sebuah musim,
menanda tari jemari lincah,
membuncah dan menari,
menampung sampai titik akhir.
Untukmu,
Pujaannya di ujung sana,
Jiwamu adalah tempat aku berkemah.
~Rey Seniman Langit
0 comments:
Post a Comment